Serikat Pekerja PLN Tolak Power Wheeling: “Benalu” dalam Transisi Energi Nasional

KLIK24.NEWS Jakarta – Serikat Pekerja (SP) PLN menegaskan penolakannya terhadap penerapan skema **Power Wheeling**, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi ketahanan energi dan keuangan negara. Skema ini memungkinkan pihak swasta dan negara untuk menjual listrik langsung kepada konsumen akhir melalui mekanisme Multi Buyer Multi Seller (MBMS), sebuah model yang lazim dalam pasar listrik terbuka.

Ketua Umum SP PLN, M. Abrar Ali, menjelaskan dalam jumpa pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, bahwa Power Wheeling terdiri dari dua model, yaitu Wholesale Wheeling dan Retail Wheeling. Keduanya memungkinkan pembangkit listrik menggunakan jaringan transmisi dan distribusi seperti “jalan tol” dengan membayar biaya akses.

BACA JUGA : Kodam XIII/Merdeka Siap Dukung Penerimaan Pajak Sulawesi Utara untuk Indonesia Sejahtera

“Power Wheeling adalah benalu dalam transisi energi kita. Kebijakan ini bisa menimbulkan kerugian besar bagi ekonomi negara dan ketahanan energi nasional,” tegas Abrar.

Abrar menyoroti potensi dampak finansial dari skema ini, termasuk penurunan permintaan listrik organik hingga 30% dan dari konsumen tegangan tinggi hingga 50%. Setiap 1 GW yang masuk melalui Power Wheeling diperkirakan akan menambah beban negara sebesar Rp 3,44 triliun, dengan beban akumulatif yang bisa mencapai Rp 429 triliun pada 2030.

“Skema ini juga bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2022 yang melarang unbundling sektor kelistrikan,” tambahnya.

BACA JUGA : Pj. Wali Kota Kotamobagu, Abdullah Mokoginta Hadiri Operasi Pasar Murah di Desa Bungko

Serikat Pekerja PLN, Selain dampak ekonomi, Abrar juga menyoroti potensi gangguan ketahanan energi, seperti risiko blackout akibat ketidakstabilan energi baru terbarukan (EBT) yang diandalkan dalam skema Power Wheeling. “Ini bisa membuat harga listrik melonjak dan membebani konsumen serta APBN,” ujarnya.

SP PLN berkomitmen untuk terus memperjuangkan penolakan Power Wheeling melalui jalur diplomasi, dengan mendekati DPR, DPD, dan pemerintah, demi melindungi kepentingan publik dalam sektor ketenagalistrikan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *