PLN Dorong Hilirisasi Riset Sains untuk Percepat Transisi Energi Nasional

KLIK24.NEWS Bandung – PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya memanfaatkan sains dan teknologi guna mempercepat peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Langkah ini sejalan dengan target pemerintah mewujudkan swasembada energi sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.

Komitmen tersebut disampaikan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam ajang Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025 di Bandung, Kamis (7/8). Darmawan menekankan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri agar inovasi tidak berhenti di laboratorium, melainkan dapat diimplementasikan langsung di sektor energi.

“Sains dan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan bauran EBT nasional, selaras dengan target Net Zero Emission 2060. PLN siap menjadi mitra strategis dalam hilirisasi hasil riset untuk mendukung transisi energi,” ujar Darmawan.

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek), Stella Christie, menyebut BUMN memiliki peran vital sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, riset yang lahir dari kampus dan lembaga penelitian harus terhubung dengan kebutuhan industri agar berdampak nyata.

“Kemdiktisaintek berkomitmen mendukung hilirisasi berbasis kolaborasi. Riset dari kampus harus menjelma menjadi solusi yang digunakan luas oleh industri dan masyarakat,” jelas Stella.

Sementara itu, Executive Vice President Aneka Energi Baru Terbarukan PLN, Daniel K.F. Tampubolon, menegaskan bahwa pemanfaatan teknologi cerdas menjadi bagian penting strategi transisi energi. Ia mencontohkan implementasi smart grid untuk mengatasi risiko intermitensi energi terbarukan variabel (VRE) seperti tenaga surya dan angin.

“Smart grid menjadikan sistem kelistrikan lebih fleksibel, responsif, dan efisien, sehingga bauran EBT bisa meningkat tanpa mengurangi keandalan pasokan listrik,” kata Daniel.

PLN juga tengah mengembangkan green enabling transmission line sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) dalam RUPTL 2025–2034. Infrastruktur transmisi hijau ini dirancang untuk menjembatani ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit EBT dengan pusat-pusat permintaan listrik, terutama di kawasan industri lintas kepulauan.

“Mismatch ini memang tantangan besar bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, dengan riset mendalam dan inovasi terapan, kita bisa menghadirkan solusi energi yang adaptif dan berkelanjutan,” tutup Daniel.***

Tinggalkan Balasan