KLIK24.NEWS Jakarta — PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya memperkuat ketahanan energi nasional sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Penegasan ini disampaikan dalam plenary session Electricity Connect 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (19/11).
Executive Director ASEAN Centre for Energy (ACE), Dato’ Ir. Ts. Razib Dawood, mengungkapkan bahwa ketahanan energi menjadi prasyarat penting bagi percepatan ekonomi di kawasan. Menurut Razib, kebutuhan energi di Asia Tenggara diproyeksikan melonjak hampir tiga kali lipat pada 2050 sehingga menuntut adanya transformasi menyeluruh pada sistem energi.
“Lonjakan permintaan energi tentu menimbulkan tantangan besar bagi sistem energi. Mulai dari hulu hingga hilir, peningkatan permintaan ini membutuhkan transformasi sistem energi untuk menjamin ketahanan dan keandalan,” ujarnya.
Razib juga menekankan urgensi proyek interkoneksi ASEAN Power Grid sebagai pilar strategis dalam mewujudkan sistem energi yang tangguh, terjangkau, dan adaptif terhadap dinamika geopolitik serta geoekonomi.
Sementara itu, Direktur Manajemen Pembangkitan PLN, Rizal Calvary Marimbo, menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi industri yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus ditopang oleh ketahanan energi yang kuat. Ketersediaan kapasitas listrik yang memadai, kata Rizal, merupakan syarat mutlak untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi saat ini turut didukung oleh ketersediaan listrik yang mumpuni. Jika kapasitas listrik tidak cukup, maka akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi kita ke depan,” jelasnya.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menetapkan target penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt selama satu dekade mendatang. Dari jumlah tersebut, sekitar 76 persen akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan sistem penyimpanan energi, yang menjadi bagian dari roadmap transisi energi nasional.
“Roadmap dalam RUPTL menjadi sinyal kuat bagi investor bahwa Indonesia menyiapkan fondasi energi yang solid, modern, dan rendah emisi,” ujar Rizal.
Pemerintah juga menargetkan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) serta gardu induk berkapasitas 107.950 megavolt ampere (MVA). Penguatan infrastruktur ini diyakini akan meningkatkan efektivitas distribusi energi dari pembangkit ke seluruh wilayah.
“Dengan perluasan jaringan transmisi yang lebih kuat dan modern, setiap tambahan kapasitas pembangkit akan tersalurkan lebih efektif,” tambahnya.
Implementasi RUPTL 2025–2034 diproyeksikan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tidak hanya mendorong transformasi energi, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang luas.
“Dengan mandat besar dalam RUPTL, sinergi seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci agar Indonesia dapat bergerak menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” tutup Rizal.***


















