KLIK24.NEWS Kotamobagu – Di tengah pesatnya perkembangan aset keuangan digital seperti mata uang kripto dan Non-Fungible Token (NFT), bank sentral di seluruh dunia mulai mengembangkan mata uang digitalnya sendiri, yang dikenal sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC). Sejak tahun 2022, Bank Indonesia (BI) telah memulai pengembangan Rupiah Digital sebagai CBDC Indonesia. Muncul pertanyaan menarik dari sisi penulis yaitu apakah penerapan Rupiah Digital akan mampu meningkatkan penerimaan pajak negara?
Latar Belakang Lahirnya Rupiah Digital
Maraknya transaksi aset keuangan digital secara tidak langsung memberikan dampak negatif, seperti ekonomi bayangan (shadow economy), tingginya risiko serangan siber, dan bahkan praktik pencucian uang. Karakteristik lintas batas (borderless) pada bisnis digital yang menggunakan teknologi blockchain juga mempersulit upaya penegakan hukum dan menjaga kepentingan nasional.
Alat pembayaran digital yang saat ini banyak digunakan masyarakat seperti transfer antar rekening, uang elektronik, serta kartu debit dan kredit adalah uang yang diterbitkan oleh pihak swasta, baik bank umum maupun lembaga bukan bank. CBDC hadir sebagai solusi prospektif untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif aset kripto dan NFT.
Sebagai bentuk digital dari uang yang diterbitkan oleh bank sentral, CBDC dapat berfungsi sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai. Melalui Rupiah Digital, masyarakat akan memperoleh akses terhadap sistem keuangan digital yang aman dan minim risiko. Hal ini dimungkinkan karena Rupiah Digital dirancang dengan menggunakan teknologi Distributed Ledger Technology (DLT) berbasis izin (permissioned) dan didukung oleh infrastruktur yang tersentralisasi sehingga menjamin keamanan dan transparansi setiap transaksi.
Pengertian Rupiah Digital
Menurut Bank Indonesia, Rupiah Digital adalah uang Rupiah dengan format digital yang dapat digunakan layaknya uang fisik (uang kertas dan logam), uang elektronik (chip dan server based), dan uang dalam alat pembayaran menggunakan kartu (kartu debet dan kredit). Rupiah Digital hanya akan diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Rupiah Digital akan diterbitkan dalam dua jenis yaitu Rupiah Digital Wholesale dan Rupiah Digital Retail. Rupiah Digital Wholesale memiliki cakupan akses terbatas untuk transaksi besar misalnya operasi moneter, transaksi pasar valas, dan pasar uang. Sementara itu, Rupiah Digital Retail memiliki cakupan akses terbuka untuk publik dan digunakan untuk berbagai transaksi ritel oleh individu atau bisnis.
Dampak Terhadap Penerimaan Pajak
Penerapan Rupiah Digital akan berdampak positif terhadap peningkatan penerimaan pajak negara melalui dua cara utama: peningkatan basis data perpajakan dan efisiensi pemungutan pajak.
Peningkatan Basis Data Perpajakan
Maraknya transaksi aset digital yang tidak sah secara hukum negara seperti aset kripto dan NFT menciptakan fenomena ekonomi bayangan. Ekonomi bayangan adalah seluruh aktivitas ekonomi produktif yang tidak tercatat secara resmi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Hal ini mencakup kegiatan legal yang tidak dilaporkan, seperti aktivitas sektor informal dengan transaksi tunai dan kegiatan ilegal seperti perjudian daring.
Dengan pesatnya arus digitalisasi, ekonomi bayangan telah merambah ke sektor keuangan digital seperti transaksi NFT di platform metaverse. Hal ini berdampak negatif pada basis data perpajakan karena transaksi tersebut tidak tercatat oleh sistem keuangan negara sehingga sulit dilacak oleh institusi keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Mei 2023, ekonomi bayangan di Indonesia diperkirakan mencapai 30–40 persen dari PDB. Jika mengacu pada PDB tahun 2020 sebesar Rp15.434 triliun, nilai ekonomi bayangan di Indonesia diperkirakan antara Rp4.063 triliun hingga Rp6.173 triliun. Dengan adanya Rupiah Digital, seluruh transaksi akan tercatat dan mudah ditelusuri oleh sistem keuangan negara sehingga akan menghilangkan fenomena ekonomi bayangan di Indonesia.
BACA JUGA : PLN Catat Rekor Penjualan REC 13,68 TWh Semester I 2025, Bukti Lonjakan Minat Listrik Hijau Nasional
Basis data perpajakan yang kuat juga akan meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyetor dan melaporkan pajaknya karena mereka tidak dapat lagi menyembunyikan aset dan transaksi keuangannya. Untuk memberikan gambaran konkret, misalkan seorang pelaku UMKM yang selama ini mengandalkan transaksi tunai mulai menggunakan Rupiah Digital untuk menerima pembayaran dari pelanggan. Setiap transaksi penjualan akan tercatat secara digital dan transparan. Data ini dapat diakses oleh DJP, memungkinkan total omzet dapat dipantau secara real-time. Dengan demikian, Pajak Penghasilan (PPh) dapat dihitung secara presisi dan Wajib Pajak akan melaporkan pajaknya sesuai dengan omzet sebenarnya.
Tingginya kepatuhan Wajib Pajak juga akan berdampak positif pada rasio pajak di Indonesia yang tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2022, rasio pajak Indonesia sebesar 10,41% sedangkan rata-rata negara Asia-Pasifik mencapai 19,3%. Semakin tinggi rasio pajak, semakin baik kondisi ekonomi karena penerimaan pajak yang dikumpulkan akan lebih banyak.
Efisiensi Pemungutan Pajak
Tingginya angka ekonomi bayangan membuat DJP tidak dapat melakukan pemungutan pajak untuk jenis pajak tertentu karena transaksi tersebut tidak tercatat oleh sistem keuangan. Padahal, sistem pemungutan pajak melalui mekanisme withholding tax adalah cara paling praktis untuk mengumpulkan penerimaan pajak.
Withholding tax merupakan metode di mana pihak ketiga memotong atau memungut pajak dari suatu penghasilan atau transaksi, sebelum penghasilan tersebut diserahkan kepada Wajib Pajak. Jenis-jenis pajak yang termasuk dalam withholding tax meliputi PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 ayat (2) (PPh Final), dan Pasal 26.
Kontribusi withholding tax terhadap penerimaan pajak nonmigas cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Keuangan dalam rentang Januari–November 2024, kontribusi PPh 21, PPh 22 impor, dan PPh Final mencapai Rp40.989 triliun atau 24,56% dari total penerimaan pajak.
Penerapan Rupiah Digital akan membuat seluruh transaksi keuangan tercatat secara rinci dan transparan oleh sistem keuangan negara. Hal ini akan memudahkan DJP melakukan pemungutan secara real-time tanpa adanya beban administrasi dari pihak jasa keuangan swasta. Selain itu, data keuangan ini juga akan memudahkan administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak dalam pelaporan SPT melalui fitur pengisian otomatis (pre-filled tax returns).
Tantangan Implementasi
Penerapan Rupiah Digital menghadapi sejumlah tantangan terkait kesiapan infrastruktur digital, literasi digital masyarakat, dan kepercayaan terhadap sistem baru. Sebagai perbandingan, implementasi e-CNY (mata uang digital Tiongkok) telah menunjukkan efektivitas dalam pengawasan transaksi, meskipun memicu kekhawatiran terkait privasi. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah perlu menerapkan standar keamanan setara internasional, penggunaan Advanced Encryption Standard (AES), dan regulasi perlindungan data yang ketat.
Kesimpulan
Rupiah Digital berpotensi menjadi terobosan strategis yang tidak hanya memodernisasi sistem pembayaran nasional, tetapi juga memperkuat basis data perpajakan dan meningkatkan efisiensi pemungutan pajak melalui pencatatan transaksi yang transparan dan real-time. Dengan dukungan regulasi yang kuat, infrastruktur digital yang andal, dan integrasi dengan sistem administrasi perpajakan, Rupiah Digital dapat menekan penghindaran pajak, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan memperkuat penerimaan negara di era ekonomi digital.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia. (2022, 30 November). Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Rupiah Digital. Diakses pada 6 Agustus 2025 dari www.bi.go.id/id/rupiah/digital-rupiah
Fitriya. (2024, 11 Juli). Rasio Pajak Indonesia: Arti dan Perkembangan Tax Ratio. Diakses pada 5 Agustus 2025 dari https://klikpajak.id/blog/rasio-pajak/
Forniakempilasari. (2024, 26 Agustus). Pentingnya Enkripsi dalam Keamanan Siber di Era Digital. Diakses pada 10 Agustus 2025 dari https://csirt.teknokrat.ac.id/pentingnya-enkripsi-dalam-keamanan-siber-di-era-digital/
Hidayah, Ayu Liestianingsih. (2023, 11 April). Yuk, Berkenalan dengan Kripto!. Diakses pada 5 Agustus 2025 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-tangerang1/baca-artikel/16059/Yuk-Berkenalan-dengan-Kripto.html
Kementerian Keuangan. (2024, Desember). APBN Kita Kinerja dan Fakta. Diakses pada 1 Agustus 2025 dari www.media.kemenkeu.go.id
RB. (2025, 26 Mei). Apa Itu Yuan Digital (e-CNY)? Ini Fakta dan Risikonya!. Diakses pada 7 Agustus 2025 dari https://indodax.com/academy/apa-itu-e-cny-yuan-digital/
Srinadi, Ni Putu Deva. (2023, 29 Mei). Shadow Economy, Ini Dampak Buruknya Jika Tak Ditangani. Diakses pada 4 Agustus 2025 dari www.artikel.pajakku.com/shadow-economy-ini-dampak-buruknya-jika-tak-ditangani
Penulis : Bayu Anggala Putra, Fungsional Asisten Penyuluh KPP Pratama Kotamobagu
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis, tidak merepresentasikan pandangan organisasi.


















