Penarikan Sepihak oleh Leasing Dinilai Melanggar Hukum, Pakar Hukum: Sengketa Harus Lewat Pengadilan!

KLIK24.NEWS HUKUM — Penarikan Sepihak oleh Leasing Dinilai Melanggar Hukum, Keresahan masyarakat terhadap praktik penarikan kendaraan oleh pihak leasing kian mengemuka. Banyak nasabah yang mengeluhkan tindakan kolektor yang secara tiba-tiba menarik kendaraan tanpa proses hukum yang sah. Padahal, dalam berbagai kasus wanprestasi atau keterlambatan cicilan, semestinya terdapat mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan transparan.

Fenomena ini memantik perhatian kalangan ahli hukum. Mereka menilai bahwa praktik penarikan sepihak tersebut tidak hanya mencederai rasa keadilan, namun juga bertentangan dengan prinsip negara hukum dan perlindungan konsumen.

BACA JUGA : Pererat Silaturahmi Pascalebaran, Wali Kota Kotamobagu dan Ketua TP-PKK Hadiri Halal Bi Halal di Kopandakan Satu

Tidak Boleh Main Tarik!, Menurut Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum tata negara, sengketa antara debitur dan leasing terkait wanprestasi harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. Ia menegaskan:

“Dalam sistem hukum Indonesia, tidak boleh ada eksekusi atau penarikan kendaraan tanpa proses hukum. Segala bentuk eksekusi terhadap barang jaminan harus dilakukan dengan persetujuan atau melalui lembaga peradilan.”

Pendapat senada disampaikan oleh Dr. Heru Susetyo, akademisi Fakultas Hukum UI sekaligus pemerhati perlindungan konsumen. Ia mengingatkan bahwa:

“Penarikan unit secara paksa tanpa persetujuan debitur dan tanpa putusan pengadilan berpotensi dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, bahkan dapat menjadi delik pidana perampasan.”

MK dan UU Konsumen: Konsumen Dilindungi, Pendapat para pakar ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa eksekusi terhadap jaminan fidusia, termasuk kendaraan, wajib didasarkan pada putusan pengadilan jika debitur tidak menyerahkan barang secara sukarela.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menegaskan bahwa konsumen berhak atas:

  • Perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif,
  • Penyelesaian sengketa secara patut,
  • Perlindungan dari intimidasi dan pemaksaan dalam transaksi jasa keuangan.

Sayangnya, dalam praktik, sejumlah kolektor leasing justru diduga mengintimidasi, tidak memberikan surat resmi penarikan, dan bahkan menolak menjelaskan dasar hukum penarikan.

Desakan Evaluasi dan Teguran kepada Leasing, Pakar hukum menilai bahwa praktik seperti ini harus dihentikan. Leasing wajib menyusun prosedur yang berkeadilan dan mematuhi hukum positif, bukan semata-mata mengejar target penyitaan kendaraan. Tanpa putusan pengadilan atau persetujuan debitur, penarikan dianggap ilegal.

“Jangan jadikan debitur sebagai korban sistem. Negara hukum tidak membenarkan pemaksaan, apalagi dilakukan oleh pihak swasta tanpa otoritas yudisial,”

Masyarakat juga didorong untuk melaporkan tindakan penarikan paksa ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), atau bahkan aparat penegak hukum, apabila merasa dirugikan.

BACA JUGA : PLN UP2D Suluttenggo Lakukan Langkah Antisipatif, Periksa Recloser Demi Keandalan Pasokan Listrik

Keadilan Tidak Boleh Ditarik Paksa, Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan seperti sekarang, masyarakat memerlukan perlindungan, bukan tekanan tambahan dari lembaga keuangan. Leasing harus hadir sebagai mitra, bukan pihak yang menakutkan.

Penarikan kendaraan tanpa dasar hukum bukan hanya melanggar prosedur, tetapi juga mencoreng prinsip etika dan keadilan. Sudah waktunya praktik seperti ini dihentikan.***

Tinggalkan Balasan