Warna  

Perjalanan Hidup dan Warisan Keilmuan Buya Hamka

KLIK24.NEWS Warna – Perjalanan Hidup dan Warisan Keilmuan Buya Hamka, atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam dunia keagamaan dan sastra Indonesia. Lahir pada 17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatera Barat, Buya Hamka tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai agama Islam. Namun, perjalanan hidupnya tidak selalu mulus.

Pada masa kecilnya, Buya Hamka dikenal sebagai anak yang cerdas dan gemar membaca. Bakat sastranya mulai terlihat ketika ia menulis kisah pertamanya pada usia 13 tahun. Namun, kehidupan Buya Hamka tidak lepas dari liku-liku yang mencerminkan perjuangan dan keteguhan hatinya.

BACA JUGA : Penganugerahan Pena Emas kepada Gubernur Sulawesi Utara, Pj. Wali Kota Kotamobagu Hadiri

Setelah menamatkan pendidikan dasar di kampung halamannya, Buya Hamka melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di Padang. Namun, perjalanan kehidupannya berubah drastis ketika ia kehilangan ayahnya pada usia 17 tahun. Kepergian sang ayah membuat Buya Hamka terpaksa berhenti sekolah dan memutuskan untuk bekerja.

Namun, semangat belajar Buya Hamka tidak padam. Ia melanjutkan pendidikan secara mandiri dengan membaca berbagai buku dan mengejar ilmu agama Islam. Pada usia 20 tahun, Buya Hamka berangkat ke Jakarta untuk menuntut ilmu di Pesantren Ngruki dan Pesantren Cikini. Di sini, ia mendalami ilmu agama dan sastra, membuktikan bahwa kegigihan dan semangat belajar dapat mengatasi segala rintangan.

Buya Hamka juga dikenal sebagai ulama yang aktif dalam gerakan kemerdekaan Indonesia. Ia terlibat dalam perjuangan melawan penjajahan dan aktif memberikan ceramah-ceramah yang memotivasi masyarakat untuk berjuang demi kemerdekaan.

Namun, warisan Buya Hamka tidak hanya terbatas pada perjuangan kemerdekaan. Ia juga dikenal sebagai sastrawan ulung dengan karya-karyanya yang mendalam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah,” yang menjadi klasik sastra Indonesia. Novel ini tidak hanya menggambarkan kisah cinta, tetapi juga menyelipkan nilai-nilai keislaman dan pesan moral yang mendalam.

BACA JUGA : Kota Kotamobagu Bersinar dalam Program Gerakan Menuju Smart City Tahun 2023

Selain menulis novel, Buya Hamka juga produktif dalam menulis esai, ceramah, dan buku-buku keislaman. Karyanya mencakup berbagai aspek kehidupan, dari agama hingga ilmu pengetahuan, menunjukkan keberagaman minat intelektualnya.

Buya Hamka wafat pada 24 Juli 1981, meninggalkan warisan keilmuan dan keagamaan yang tetap hidup hingga kini. Kiprahnya dalam dunia sastra dan keagamaan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya untuk terus mengejar ilmu, berjuang untuk keadilan, dan mencintai tanah air.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *